Friday, March 23, 2012

REFLEKSI KEMERDEKAAN DALAM DIRI DOKTER DI INDONESIA


Memperingati Hari Kemerdekaan RI
      Proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan sebuah ikrar  mengenai eksistensi nasional dan nasionalisme. Proklamasi merupakan tombak perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme Belanda. Perjuangan bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 mencapai titik puncak dengan dikumandangkannya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno-Hatta. Proklamasi kemerdekaan menjadi sejarah berdirinya Negara Republik Indonesia.
 
      (Foto: Prof. Sutaryo)
    
      Berbicara mengenai Kemerdekaan, bangsa Indonesia yang tentunya telah merdeka selama kurun waktu lebih dari setengah abad tentu banyak mengalami perubahan dalam segala sektor kehidupan. Dunia kesehatan merupakan salah satu sektor yang banyak mengalami perubahan. Perubahan dalam segi pengobatan, sistem pelayanan kesehatan, jumlah tenaga kesehatan dan tentunya infrastuktur kesehatan.

     Menengok perjuangan dokter pada zaman penjajahan Belanda, dokter melakukan pendidikan secara umum dan berulang serta terus mengabdi demi kepentingan Belanda yang semata-mata menyehatkan pekerja yang bekerja sebagai buruh pabrik. Dokter – dokter pribumi pada saat itu bekerja semata – mata untuk kepentingan Belanda. Sebagai contoh, saat dr. Cipto Mangunkusuma dan anak angkatnya yang berhasil menyembuhkan penyakit PES, Belanda lebih percaya pada kemampuan dokter pribumi, ungkap prof Taryo.
     Prof Taryo menambahkan mengenai pentingnya pendidikan pancasila dalam pendidikan tahap akademik.  Ki Hajar Dewantoro menuturkan bahwa tujuan pendidikan hendaknya untuk kepentingan bangsa dan Negara. Pada tahun 70an produk pendidikan dokter masih sangat terasa sampai pucuk Indonesia. Banyak dokter yang berjiwa nasionalisme tinggi mau untuk mengabdi ke daerah terpencil di Indonesia. UGM sendiri melahirkan dokter – dokter yang tergabung dalam Community Medicine yang siap diterjunkan ke masyarakat. Kondisi berbeda pada  sistem pendidikan yang sekarang. Sistem yang ada mengusur nilai – nilai luhur pendidikan  yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu ; untuk diri sendiri, memiliki rasa kebangsaan dan kemanusiaan yang sebenarnya tidak hanya untuk dokter.  Namun, sekarang keadaan menunjukkan bahwa kurangnya rasa kebangsaan dan kemanusiaan pada diri putra bangsa. Kondisi ini, justru sejalan dengan musuh dari pancasila, yaitu perubahan dari fundamental itu sendiri. Fundamental pasar dan fundamental agamalah yang tenggah mengerogoti bangsa ini, istilah yang lebih dikenal adalah  VOC gaya baru. Akibat dari pengaruh pangsa pasar, bangsa ini mempunyai sikap individualistik yang tinggi. Fenomena individualistik membawa pengaruh terhadap perubahan mindset dari lulusan yang ada. Terbukti dengan 1/3 puskesmas kekurangan tenaga dokter di beberapa daerah.  Sejumlah 65% dokter berada di kota. Dalam hal ini tentu saja peran pemerintah yang kurang menyentuh sisi yang dikeluhkan. Karena biaya pendidikan jenjang kedokteran di sejumlah kalangan dirasa mahal, hal itulah yang membuat para lulusan terpikir untuk bekerja dan berorientasi pada materi dan individualistik.
      Oleh karena itu, diperlukan pendidikan pancasila kepada para dokter. Tujuannya agar dokter bisa mandiri sejak dini, berwawasan kebangsaan dan kemanusiaan. “Basis nya adalah etika, jika kita hanya melihat materi tidak aka ada habisnya”, Ungkap Prof Taryo. Tetapi jangan salah jika di Indonesia masih ada dokter yang rela mengabdi hanya dengan dibayar duariburupiah, beliau diberi diberi julukan dokter seriburupiah dan mengabdi di Papua, seperti itulah bisa dijadikan idola. Satu hal yang ditambahkan oleh prof Taryo bahwa kita ingat kredo kedokteran, jadi dokter (pedagang) bagus, baiknya jadi dokter (bagus) dan pedagang (bagus).
Nara Sumber : Prof Sutaryo
Pewawancara dan Penulis: Ratna Herlia Dewi Mahasiswa Ugm 2008

No comments:

Post a Comment