Friday, March 23, 2012

SAKURA - IKIMONO GAKARI

SAKURA
(http://natsu2.blogspot.com/2011/10/sakura-ikimono-gakari.html)

Sakura hirahira maiorite ochite
Yureru omoi no take wo dakishimeta
Kimi to haru ni negai shi ano yume wa
Ima mo miete iru yo sakura maichiru

Densha kara mieta no wa
Itsuka no omokage
Futari de kayotta haru no oohashi
Sotsugyou no toki ga kite
Kimi wa machi wo deta
Irozuku kawabe ni ano hi wo sagasu no

Sorezore no michi wo erabi
Futari wa haru wo oeta
Sakihokoru mirai wa
Atashi wo aserasete
Odakyuusen no mado ni
Kotoshi mo sakura ga utsuru
Kimi no koe ga kono mune ni
Kikoete kuru yo

Sakura hirahira maiorite ochite
Yureru omoi no take wo dakishimeta
Kimi to haru ni negai shi ano yume wa
Ima mo miete iru yo sakura maichiru

Kaki kaketa tegami ni wa
“Genki de iru yo” to
Chiisa na uso wa misukasareru ne
Meguriyuku kono machi mo
Haru wo ukeirete
Kotoshi mo ano hana ga tsubomi wo hiraku

Kimi ga inai hibi wo koete
Atashi mo otona ni natte iku
Kouyatte subete wasurete iku no kana
“Hontou ni suki dattan da”
Sakura ni te wo nobasu
Kono omoi ga ima haru ni tsutsumarete iku yo

Sakura hirahira maiorite ochite
Yureru omoi no take wo dakiyoseta
Kimi ga kureshi tsuyoki ano kotoba wa
Ima mo mune ni nokoru sakura maiyuku

Sakura hirahira maiorite ochite
Yureru omoi no take wo dakishimeta
Tooki haru ni yume mi shi ano hibi wa
Sora ni kiete iku yo

Sakura hirahira maiorite ochite
Haru no sono mukou e to aruki dasu
Kimi to haru ni chikai shi kono yume wo tsuyoku
Mune ni daite sakura maichiru

REFLEKSI KEMERDEKAAN DALAM DIRI DOKTER DI INDONESIA


Memperingati Hari Kemerdekaan RI
      Proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan sebuah ikrar  mengenai eksistensi nasional dan nasionalisme. Proklamasi merupakan tombak perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme Belanda. Perjuangan bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 mencapai titik puncak dengan dikumandangkannya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno-Hatta. Proklamasi kemerdekaan menjadi sejarah berdirinya Negara Republik Indonesia.
 
      (Foto: Prof. Sutaryo)
    
      Berbicara mengenai Kemerdekaan, bangsa Indonesia yang tentunya telah merdeka selama kurun waktu lebih dari setengah abad tentu banyak mengalami perubahan dalam segala sektor kehidupan. Dunia kesehatan merupakan salah satu sektor yang banyak mengalami perubahan. Perubahan dalam segi pengobatan, sistem pelayanan kesehatan, jumlah tenaga kesehatan dan tentunya infrastuktur kesehatan.

     Menengok perjuangan dokter pada zaman penjajahan Belanda, dokter melakukan pendidikan secara umum dan berulang serta terus mengabdi demi kepentingan Belanda yang semata-mata menyehatkan pekerja yang bekerja sebagai buruh pabrik. Dokter – dokter pribumi pada saat itu bekerja semata – mata untuk kepentingan Belanda. Sebagai contoh, saat dr. Cipto Mangunkusuma dan anak angkatnya yang berhasil menyembuhkan penyakit PES, Belanda lebih percaya pada kemampuan dokter pribumi, ungkap prof Taryo.
     Prof Taryo menambahkan mengenai pentingnya pendidikan pancasila dalam pendidikan tahap akademik.  Ki Hajar Dewantoro menuturkan bahwa tujuan pendidikan hendaknya untuk kepentingan bangsa dan Negara. Pada tahun 70an produk pendidikan dokter masih sangat terasa sampai pucuk Indonesia. Banyak dokter yang berjiwa nasionalisme tinggi mau untuk mengabdi ke daerah terpencil di Indonesia. UGM sendiri melahirkan dokter – dokter yang tergabung dalam Community Medicine yang siap diterjunkan ke masyarakat. Kondisi berbeda pada  sistem pendidikan yang sekarang. Sistem yang ada mengusur nilai – nilai luhur pendidikan  yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu ; untuk diri sendiri, memiliki rasa kebangsaan dan kemanusiaan yang sebenarnya tidak hanya untuk dokter.  Namun, sekarang keadaan menunjukkan bahwa kurangnya rasa kebangsaan dan kemanusiaan pada diri putra bangsa. Kondisi ini, justru sejalan dengan musuh dari pancasila, yaitu perubahan dari fundamental itu sendiri. Fundamental pasar dan fundamental agamalah yang tenggah mengerogoti bangsa ini, istilah yang lebih dikenal adalah  VOC gaya baru. Akibat dari pengaruh pangsa pasar, bangsa ini mempunyai sikap individualistik yang tinggi. Fenomena individualistik membawa pengaruh terhadap perubahan mindset dari lulusan yang ada. Terbukti dengan 1/3 puskesmas kekurangan tenaga dokter di beberapa daerah.  Sejumlah 65% dokter berada di kota. Dalam hal ini tentu saja peran pemerintah yang kurang menyentuh sisi yang dikeluhkan. Karena biaya pendidikan jenjang kedokteran di sejumlah kalangan dirasa mahal, hal itulah yang membuat para lulusan terpikir untuk bekerja dan berorientasi pada materi dan individualistik.
      Oleh karena itu, diperlukan pendidikan pancasila kepada para dokter. Tujuannya agar dokter bisa mandiri sejak dini, berwawasan kebangsaan dan kemanusiaan. “Basis nya adalah etika, jika kita hanya melihat materi tidak aka ada habisnya”, Ungkap Prof Taryo. Tetapi jangan salah jika di Indonesia masih ada dokter yang rela mengabdi hanya dengan dibayar duariburupiah, beliau diberi diberi julukan dokter seriburupiah dan mengabdi di Papua, seperti itulah bisa dijadikan idola. Satu hal yang ditambahkan oleh prof Taryo bahwa kita ingat kredo kedokteran, jadi dokter (pedagang) bagus, baiknya jadi dokter (bagus) dan pedagang (bagus).
Nara Sumber : Prof Sutaryo
Pewawancara dan Penulis: Ratna Herlia Dewi Mahasiswa Ugm 2008

Monday, March 19, 2012

MENELADANI KARIER PROF SARDJITO* Oleh : Prof Sutaryo


“Dengan Memberi Seseorang Menjadi Kaya”
       Prof. Dr.M.Sardjito, M.D., M.P.H. merupakan putra  pertama dari lima bersaudara. Putra dari Pak Sajit yang berprofesi sebagai guru ini lahir pada tanggal 13 Agustus 1989 di Desa Purwodadi, Kawedanan Magetan, Karesidenan Madiun, Jawa Timur. 

Pendidikan Prof Sardjito
      Pada usia 6 tahun, Prof Sarjito mengawali pendidikan umumnya di Sekolah Rakyat dan mulai belajar Al-Qur’an. Tahun 1889 keluarga Prof Sardjito pindah ke Lumajang, Prof Sardjito pun menyelesaikan Sekolah Rakyat di kota ini kemudian lulus pada tahun 1901.
       Di Lumajang pula Prof Sardjito melanjutkan pendidikannya di sekolah Belanda antara tahun 1901 – 1907. Setelah lulus, Prof Sardjito melanjutkan pendidikannya di Stovia (School tot Opleiding voor Indische Artsen), Jakarta tahun 1907. Saat itu, Prof Sardjito juga turut serta menjadi anggota aktif Budi Utomo.
       Prof Sardjito lulus dari STOVIA dengan predikat lulusan terbaik pada tahun 1915. Setelah lulus, Prof Sardjito bekerja sebagai dokter di RS Jakarta selama satu tahun, kemudian pindah ke Institute Pasteur Jakarta sampai tahun 1920. Institute Pasteur Jakarta merupakan laboratorium riset terkemuka di belahan bumi selatan, yang menghasilkan nobel bagi Eyckman, penemu penyakit beri – beri dan vitamin B1. Karena itu, jiwa peneliti Prof Sardjito ikut terbangun di sekolah ini. Pada tahun 1918 sampai 1919 Prof Sardjito mengikuti tim penelitian khusus influenza. Influenza adalah penyakit pertama yang Prof Sardjito teliti.
      Pada tahun 1920 sampai 1922 prof Sardjito melanjutkan sekolah di Fakultas Kedokteran Universitas Amsterdam kemudian tahun 1922 – 1923 pindah ke Universitas Leiden untuk belajar lebih intensif mengenai penyakit tropis. Prof Sardjito mendapatkan promosi doctor dari Universitas Leiden Belanda pada tahun 1923. Judul disertasi beliau “Immunisatie tegen Anti-Dysenterie door Middle van Bacteriophaag Anti-Dysenterie Shiga-Kruse” dengan promoter Prof. Dr. PC Flu. (Ada anekdote yang sering kita dengar demikian: kehidupan Prof. Sardjito sangat berhubungan erat dengan “flu”, yaitu penelitian pertama Prof. Sardjito tentang flu, promoter di Leiden oleh Prof. Flu, sebagai penyebab penyakit sampai beliau wafat adalah sakit flu).
      Setelah lulus Prof Sardjito melanjutkan pendidikan ke John Hopkins University Amerika Serikat untuk sekolah hygiene dan mendapat gelar Master of Public Health (MPH). Didasari jiwa berorganisasi yang tinggi Prof Sardjito tetap aktif dalam organisasi Budi Utomo. Pada tahun 1925 menjadi ketua Budi Utomo cabang Jakarta. Prof Sardjito juga menjabat anggota pemerintahan kotapraja dan wakil wethouder Jakarta. Pada tahun 1931-1932, memperoleh tugas belajar tentang laboratorium di Reich-Gesundheitant, Berlin, Jerman.

Merintis Karir
Dunia pendidikan dan kedokteran memang telah mendarah daging dalam jiwa seorang Prof Sardjito. Berikut merupakan perjalanan karir Prof Sardjito:
-          Tahun 1924 – 1929 setelah pulang dari Amerika Serikat menjadi dokter di bagian Laboratorium Pusat Jakarta.
-          Tahun 1929 menjadi asisten Kepala Sekolah Tinggi Kedokteran (GHS/ Geneeskundige Hoogeschhoool).
-          Tahun 1930 menjadi kepala Laboratorium Makasar.
-          Tahun 1932-1945 menjadi Kepala Laboratorium Semarang. Selama 1932- 1942 meneliti lepra sambil menjadi Pemimpin redaksi Medische Brichten (Berita Ketabiban)

Prof Sardjito dan Sejarah UGM
      Pada saat Ibukota Indonesia dipindah dari Jakarta ke Yogyakarta tanggal 4 Januari 1946. Tanggal 24 Januari 1946 di SMT Kotabaru muncul gagasan mendirikan Balai Perguruan Tinggi yang diberi nama Gadjah Mada yang bersifat kerakyatan dan swasta. BPT UGM berdiri 17 Februari 1946.
      Tanggal 20 Mei 1949 di Kepatihan Yogyakarta dilangsungkan rapat penggabungan perguruan tinggi yang ada di Yogyakarta, Klaten, dan Solo. Saat itu Prof Sardjito mewakili perguruan tinggi yang ada di Solo dan Klaten. Karena tidak ada gedung untuk kantor dan ruang kuliah, Prof Sardjito menyatakan untuk memikirkannya terlebih dahulu. Selain itu, pemindahan perguruan tinggi dari Klaten dan Solo memiliki resiko yang tinggi karena pada saat itu masih sering terjadi perang melawan Belanda di wilayah tersebut. Sri Sultan HB IX memberikan Mangkubumen sebagai tempat untuk perguruan tinggi sehingga pemindahan perguruan tinggi dari Klaten dan Solo yang dikomando oleh Prof Sardjito dapat berjalan lancar.
Pada tanggal 1 November 1949 dibuka kompleks Ngasem yang menggunakan lokasi di Kadipaten. Pada awal berdirinya perguruan tinggi di Yogyakarta menggunakan kamar kereta untuk poliklinik, kamar penjaga untuk laboritorium bakteriologi, kamar pelayan menjadi laboratorium kimia, rumah sakit darurat dan gedungnya dijadikan laboratorium fisika, bahkan kandang kuda juga dijadikan rumah sakit. Rumah sakit dari kandang kuada inilah yang menjadi tonggak berdirinya RSUP Sardjito saat ini.
     PP No 23 tertanggal 16 Desember tahun 1949 menetapkan bahwa perguruan tinggi perlu digabung dan diberi nama Universitas Negeri Gadjah Mada (UNGM). Pada saat itu Prof Sardjito terpilih sebagai rector pertama UGM (Presiden Universiteit) dan dilantik pada usia lebih dari 60 tahun.
     Prof Sardjito didukung oleh Notonagoro berhasil meletakkan kerangka dasar didirikannya UGM dalam bentuk PP No. 37 Tahun 1950 yang berbunyi “Universitas Negeri Gadjah Mada adalah balai nasional ilmu pengetahuan dan kebudayaan, bertugas atas dasar cita-cita bangsa Indonesia yang termaktub dalam Pancasila, membentuk manusia susila, yang cakap, dan mempunyai keinsyafan bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya”. Prof Sardjito membangun Gedung Pusat UGM sejak tahun 1951-1959. Sepanjang karir beliau menjadi Rektor UGM terdapat 3 gelar doctor Honoris causa yang diberikan UGM, yaitu kepada; Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan ki Hadjar Dewantara.
 
Penelitian
      Semangat meneliti Prof Sardjito sangatlah besar, karena sejak muda tergembleng di Laboratorium yang terdepan di jamannya. Selain berkutat pada influenza, baksiler disentri, lepra, Prof Sardjito juga meneliti dan menemukan obat batu ginjal dari Sonchus Avensis L (tempuyung) yang terkenal dengan Calcusol. Untuk penemuan ini Prof. Sardjito berpesan ”… tidak boleh menjual obat ini mahal-mahal. Obat ini untuk rakyat. Banyak rakyat yang menderita penyakit batu ginjal. Kasihan kalau mereka harus operasi.”
     Pada saat perang revolusi kemerdekaan (suasana embargo) Prof Sardjito mampu membuat vaksin anti penyakit infeksi seperti typus, kolera, dysenteri, stafilokoken, streptokoken, dll. Bahkan pada saat itu mampu membuat tablet makanan yang berisi cukup kalori, protein, dan vitamin yang dapat dipergunakan oleh tentara di garis depan pertempuran. Karya lain beliau adalah di bidang paleoanthropologi dan seni pahat.

Penghargaan
-          Tahun 1949-1961 Prof Sardjito menjadi Rektor UGM.
-          Tahun 1960 mendapat penghargaan Bintang Keilmuan dari Uni Soviet
-          Tahun 1961 mendapat penghargaan Bintang Satya Lencana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan dan Bintang Satya Lencana Karya Satya
-          Tahun 1964 menjadi rector UII.
-          Tahun 1967 menjadi anggota MPRS.
-          Tahun 1968 menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung.
-          Tahun 1973 mendapat penghargaan Bintang Mahaputra Tingkat II secara anumerta
Selain itu, Founding Father UGM ini masih banyak lagi mendapatkan penghargaan baik secara nasional maupun internasional.

Pribadi Sardjito
      Rektor pertama UGM ini adalah penggemar seni, wayang, permainan biola dan gong, seni pahat dan seni lukis, serta beliau menggemari olah raga tenis. Prof Sardjito memiliki tutur kata yang lemah lembut. Beliau sangat sabar terhadap mahasiswanya, jika melihat mahasiswanya yang kurang bias beliau pun menegurnya. Selain itu, Prof Sardjito juga merupakan pribadi yang sederhana dan suka menolong, memunyai prinsip kuat bahwa member lebih baik daripada meminta, serta sosok peneliti yang tekun dan pantang menyerah.
      Acara rutin yang beliau lakukan di pagi hari adalah membaca buku, sholat subuh kemudian dilanjutkan membaca koran pagi sambil sarapan pagi berupa roti, susu, dan buah. Selain itu sesekali beliau juga mendengarkan radio. Rektor pertama UGM ini wafat pada Selasa, 5 Mei 1920.“…Prof Sardjito merupakan seorang scientific dan spiritualis…” ungkap Prof. Taryo.

*Artikel disandur dari tulisan Prof. Sutaryo dalam karya “Sang Tauladan Sang Maha Guru
* Tulisan untuk dimuat di majalah EFKAGAMA
* Ratna Herlia Dewi (Freelance Writer)

Wednesday, March 14, 2012

PERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN MENTAL DAN KELUARGA SELAMA PERIODE WAKTU BENCANA


     Ini catatan kuliah dari Pak Ibrahim Rahmat Dosen PSIK FK UGM
     Slide pertama mereview lagi mengenai bencana, penyebab, akibat bencana (klien/individu, keluarga/masyarakat, lingkungan, infrastruktur, aktivitas), reaksi terjadinya bencana, cara penanganan.
      Bencana keterkaitan dengan kehilangan, bencana menimbulkan trauma atau gangguan mental, tetapi gangguan mental itu biasanya muncul tidak langsung saat bencana terjadi. Kebanyakan gangguan mental meuncul 1 minggu atau 2 bulan setelah bencana terjadi. Hal itu karena, pada fase awal terjadi bencana, masih banyak bantuan yang diterima, tetapi setelah itu manusia mulai berpikir untuk melanjutkan hidup, berpikir harta benda hilang, stress dll.

     Pada pasca bencana gangguan jiwa lebih sering muncul. Dan biasanya dilakukan penyuluhan atau pelatihan terkait CMHN (Community Mental Health Nursing). Hampir semua puskesmas di Bantul telah diberi pelatihan mengenai CMHN. Sebagian besar dari mereka, mengalami gangguan dalam hal kecemasan, misal saat mau tidur ada goyangan atau gerakan sedikit, sudah mulai terbangun. Dari data, menyebutkan bahwa paling banyak terjadi gangguan tidur.
      Reaksi individu 24 jam pertama saat terjadinya gempa; binggung, cemas, menangis, gelisah, berdoa. Setelah minggu ketiga dan pertama saat bencana, individu menunjukan perilaku ketakutan, kewaspadaan, sensitive, mudah marah, kesulitan  tidur, khawatir, sangat sedih, mengulang-ulang kejadian, bersedih. Biasanya orang yang terkena bencana merasa terkesan dalam hal negative, jika bertemu dengan siapapun dia akan menceritakan pengalamannya kepada orang lain. Pengalaman seseorang terhadap bencana akan terpatri terus menerus.
      Reaksi positif yang biasa terjadi, individu berpikir tentang masa depan, berpikir bahwa bencana adalah musibah atau  takdir. Individu masih bisa terlibat aktif dalam kegiatan menolong dan menyelamatkan. Reaksi positif terlihat pada respon masyarakat saat terjadi bencana gempa bumi di Bantul. Masyarakat Bantul terus berjuang untuk memulihkan kondisi lingkungan segera mungkin.
        Respon individu terhadap bencana lebih dari minggu ketiga setelah bencana dimanifestasikan dengan; kelelahan, merasa panic, kesedihan terus berlanjut, pesimis dan berpikir tidak realities, tidak beraktivitas, isolasi dan menarik diri, kecemasan yang dimanifestasikan dengan gejala fisik; palpitasi, pusing, letih, mual dan sakit kepala. Intervensi terhadap individu dengan gangguan mental paling tepat setelah minggu ketika, karena respon terlihat jelas dan bisa dibedakan jenis gangguan mentalnya.
      Pada sebagian korban yang selamat biasanya disertai gangguan mental akut yang timbul hingga berbulan –bulan sesudah bencana. Bentuk gangguannya, jika reaksi akut; stress, berduka, berkabung, gangguan mental yang terdiagnosis, gangguan penyesuaian, gangguan mental yang kambuh kembali atau semakin berat dan psikosomatis. Reaksi kronis; kecemasan berkepanjangan, kehilangan memanjang, gangguan mental kronis, ketidakberdayaan, gangguan penyesuaian, gangguan mental yang kambuh kembali atau semakin berat dan psikosomatis.
      Program antisipasif yang dapat dilakukan  yaitu Masyarakat iperkenalkan bila perlu diajarkan mengenai tanda-tanda terjadinya bencana, jalur evakuasi. CMHN  dapat dilakukan secara komprehensif. Pertama, BC CHMN (bagaimana CMHN diajarkan kepada mahasiswa), IC CMHN (Bagaiamana CMHN dilaksanakan dan dilatihkan kepada kader),  Advance CMHN (bagaiman keberlanjutan program untuk kerjasama lintas sektoral). 

Ditulis Oleh: 
Ratna Herlia Dewi 
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan

Tuesday, March 13, 2012

GEJALA MENTAL YANG SERING TERJADI PADA MASYARAKAT DI DAERAH BENCANA


Kuliah di PSIK FK UGM,  (14 Maret 2012)
Dr. Cecep

   Konsep psikodinamik menyatakan bahwa individu tidak mampu memproses atau merasionalisasikan trauma yang mencetuskan gangguan. Sesuai dengan kemampuannya, individu akan mengatasi hal itu secara kognitif, ia akan mengalami periode mengakui dan menghambat secara berganti – ganti.
      Jika ada kejadian (impuls) yang menyenangkan atau tidak menyenangkan akan masuk ke thalamus pada saraf glutamate, dilihat oleh mata (retina), diteruskan ke thalamus. Jika orang yang sudah bisa mengendalikan diri, thalamus lebih fleksibel. Pusat akal di cortek serebri, emosional dsb akan bekerja bersama. Jika overload pada fungsi tersebut maka akan terjadi gangguan. jika orang impulsive, impuls yang masuk ke thalamus langsung didesak masuk ke amigdala akibatnya amigdala (pusat emosi) tidak terkendali.
      Pada saat orang emosional dimana system simpatis nya lebih dominan, orang tersebut residensinya kurang bagus, mata bisa terganggu, kelenjar ludah kering, plica vocalisnya eg maksimal akibatnya ngomong susah. Lebih parahnya, jika kepanikan tidak terbendung adrenalin dan kortisol bisa keluar akibatnya orang yang resiko diabetes, diabetesnya bisa kambuh. Selain itu, nafsu seksual bisa terhambat karena estrogen terganggu.
      Orang yang rentan mengalami PTSD antara lain:
  1. Orang yang sebelumnya sudah terganggu jiwanya
  2. Orang yang dulu ketika anak-anak pernah mengalami kejadian traumatis. Saat hamil, seorang ibu mengalami depresi pun, bisa mempengaruhi kondisi fetus. Seorang fetus saat dikandungan bisa melihat suara dan cahaya. Perbandingan penentuan kondisi fetus dari ibu: ayah adalah 4;1. jika kondisi ibu tidak baik, gen nya pun bisa berubah, misal gen yang tadinya ustad bisa jadi sebaliknya. Maka, seorang ibu yang sedang hamil dilarang “main-main”
  3. Orang yang berkepribadian pencemas dan mudah kuatir. Dalam konteks ini kecemasan bisa dikurangi dengan teknik-teknik pelatihan pernafasan.
  4.  Orang yang berkepradian ambang antisocial, manja/dependent. Orang dependent memang tidak mudah dihilangkan, harus diimbangi oleh residensi yang tinggi agar tidak terjadi gangguan.
  5.  Orang yang introvert dan sulit beradaptasi

GEJALA PTSD
1.      Cemas berlebihan
2.      Sulit tidur
Disebabkan karena histamine hiperfungsi, maka untuk mengatasi kondisi tersebut diberi ctm, diazepam.
3.      Mudah marah
4.      Perasaan seakan mengalami kembali (re-eksperiencing) kejadian itu
5.      Mengindari stimulus yang berhubungan dengan trauma hebat itu, misalnya melihat lokasi rumahnya yang sudah tertutup tanah dan pasir, mendekati “zona bertanya” meski sudah dinyatakan  statusnya menjadi turun.

TATALAKSANA
1.      Relaksasi, dengan membayangkan masa lalu yang indah untuk menandingi baying-bayang yang menakutkan
2.      Psikoterapi, meliputi psikoterpi kognitif, psikoterapi kelompok dan hipnoterapi.
3.      Bila timbul lagi kepanikan seakan mengalaminya kembali, maka sarankan untuk memajamkan mata, ambil sikap relaksasi, tarik nafas dan bayangkan masa-masa indah di saat kecil atau muda, maka hal-hal indah menyenagkan ini akan mendominasi bayangan mengerikan itu. Tak perlu menolaknya, kita harus “menerimanya” sebagai bagian dari hidup anda.

Menyelesaikan kasus PTSD di pengungsian?
      Dilihat dari prioritas masalah yang dialami di pengungsian, yang diselesaikan adalah individu yang merugikan bagi orang lain, misalnya dia gangguan mental sampai mengakibatkan amuk, maka dokter segera melakukan tindakan pemberian diazepam. pemberian obat (benzodiazepim) meringankan kerja system gaba, sehingga menghambat histamine ke hypothalamus. Dan sisa yang lain, perlahan dilakukan intervensi, tentunya oleh tenaga kesehatan terkait. Harapannya pemerintah juga melakukan upaya penyelesaian kasus di pengungsian.

Bagaimana jika petugas kesehatan yang mengalami PTSD?
      Idealnya tidak ditempatkan didaerah rawan, atau jika tenaga kesehatan di daerah tersebut minim, petugas tersebut dibekali obat anticemas dan antidepresan dan diberi pelatihan agar PTSD tidak kambuh. 

 
“Dan sesungguhnya akan Kami beri kamu percobaan dengan se­suatu dari ketakutan dan kelaparan dan kekurangan dari harta­ benda dan jiwa-jiwa dan buah buahan; dan berilah khabar yangmenyukakan kepada orang yang sabar.(155). (Yaitu) orang-orang yang apabila menimpa kepada mereka suatu musibah, mereka berkata: Sesungguhnya kita ini dari Allah, dan sesungguhnya kepadaNya­lah kita semua akan kembali.(156)”
QS. AL-Baqarah ayat 155-156